Paku Buwana IX memberikan ajaran ( filsafat hidup ) berdasarkan
aksara ha-na-ca-ra-ka dan seterusnya, yang dimulai dengan tembang
kinanthi, sebagai berikut:
Nora kurang wulang wuruk
Tumrape wong tanah Jawi
Laku-lakune ngagesang
Lamun gelem anglakoni
Tegese aksara Jawa
Iku guru kang sejati
(tak kurang piwulang dan ajaran
bagi orang tanah Jawa
perilaku dalam kehidupan
maknanya aksara Jawa
itu guru yang sejati)
Ajaran filsafat hidup berdasarkan aksara Jawa itu sebagai berikut :
Ha-Na-Ca-Ra-Ka
berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang
berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang
mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja.
Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai
ciptaan).•
Da-Ta-Sa-Wa-La
berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya (
dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala
atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan
kehendak Tuhan.
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya
berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup (
makhluk ). Maksdunya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ”
tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan
keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan
menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga
berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis
kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk
menanggulanginya.
Urutan dasar aksara Jawa banyak dikenal orang karena berisi suatu “cerita”:
– Hana Caraka (Terdapat Pengawal)
– Data Sawala (Berbeda Pendapat)
– Padha Jayanya (Sama kuat/hebatnya)
– Maga Bathanga (Keduanya mati).
Bagi mereka yang kurang mengenal bahasa Jawa, diperlukan sedikit catatan.
/d/, /ɖ/, /j/, /b/, dan /g/ pada bahasa
Jawa selalu dibunyikan meletup (ada hembusan h); ini memberikan kesan
“berat” pada aksen Jawa.
ha, mewakili fonem /a/ dan /ha/. Bila
aksara ini terletak di depan suatu kata, akan dibaca /a/. Aturan ini
tidak berlaku untuk nama atau kata bahasa asing (selain bahasa Jawa).
Hanacara Dasar
da dalam penulisan latin dipakai untuk
/d/ dental dan meletup (lidah di belakang pangkal gigi seri atas dan
diletupkan). /d/ ini berbeda dari bahasa Indonesia/Melayu.
dha dalam penulisan Jawa latin dipakai
untuk /ɖ/ (d-retrofleks). Posisi lidah sama dengan /d/ bahasa
Melayu/Indonesia tetapi bunyinya diletupkan.
tha dalam penulisan Jawa latin dipakai
untuk /ʈ/ (t-retrofleks). Posisi lidah sama seperti /d/ tetapi tidak
diberatkan. Bunyi ini mirip dengan bila orang beraksen Bali menyuarakan
‘t’.
Makna Huruf Dalam Hanacaraka
- Ha Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci
- Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
- Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
- Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
- Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam
- Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya
- Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
- Sa Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
- Wa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
- La Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
- Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah
- Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
- Ja Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya
- Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah/kodrat Illahi
- Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan
- Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah Ilahi
- Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani
- Ba Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam
- Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan
- Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi manusia
Sumber : http://mistikindonesia.com/2014/12/11/filsafat-aksara-jawa.html
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "FILSAFAT AKSARA JAWA"
Posting Komentar