Kanjeng Ratu Kidul adalah tokoh legenda yang
sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa
dan Bali.
Sosok ini secara umum sering disamakan dengan Nyi
Roro Kidul, meskipun sebenarnya dia berdua sangatlah berbeda. Kanjeng Ratu
Kidul adalah Roh Suci yang mempunyai sifat mulia dan baik hati, dia berasal
dari tingkat langit yang tinggi, pernah turun di berbagai tempat di dunia
dengan jati diri tokoh-tokoh suci setempat pada zaman yang berbeda-beda pula.
Pada umumnya
dia menampakkan diri hanya untuk memberi isyarat / peringatan akan
datangnya suatu kejadian penting.
[1]
Dalam mitologi Jawa, Kanjeng Ratu Kidul merupakan ciptaan dari
Dewa Kaping Telu. Ia
mengisi alam kehidupan sebagai Dewi Padi (
Dewi Sri)
dan dewi-dewi alam yang lain. Sedangkan
Nyi
Rara Kidul awalnya merupakan putri
Kerajaan
Sunda yang diusir ayahnya karena ulah ibu tirinya. Cerita-cerita yang
terkait antara "Ratu Kidul" dengan "Rara Kidul" bisa
dikatakan berbeda fase tahapan kehidupan menurut mitologi Jawa.
Kanjeng Ratu Kidul memiliki kuasa atas
ombak keras samudra Hindia dari istananya yang terletak di
jantung samudra. Menurut kepercayaan Jawa, ia merupakan pasangan spiritual para
sultan dari Mataram dan Yogyakarta, dimulai dari Panembahan Senapati hingga sekarang. Ia juga
menjadi istri spiritual Susuhunan Surakarta. Kedudukannya berhubungan dengan Merapi-Keraton-Laut
Selatan yang berpusat di Kesultanan Solo dan Yogyakarta. Pengamat sejarah
kebanyakan beranggapan, keyakinan akan Kanjeng Ratu Kidul memang dibuat untuk
melegitimasi kekuasaan dinasti Mataram.
Nama dan wujud
Keraton Surakarta menyebutnya sebagai Kanjeng
Ratu Ayu Kencono Sari.[2]
Ia dipercaya mampu untuk berubah wujud beberapa kali dalam sehari.[3]
Sultan Hamengkubuwono IX menggambarkan
pengalaman pertemuan spiritualnya dengan sang Ratu; ia dapat berubah wujud dan
penampilan, sebagai seorang wanita muda biasanya pada saat bulan purnama, dan
sebagai wanita tua di waktu yang lain.[4]
Legenda
Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan
legenda mengenai penguasa laut selatan dimulai. Namun, legenda mengenai
penguasa mistik pantai selatan mencapai puncak tertinggi karena pengaruh
kalangan penguasa keraton dinasti Mataram Islam (Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta). Dalam
kepercayaan tersebut, Kanjeng Ratu Kidul merupakan "istri spiritual"
bagi raja-raja kedua keraton tersebut. Pada saat tertentu, keraton memberikan
persembahan di Pantai Parangkusuma, Bantul, dan di Pantai Paranggupita, Wonogiri. Panggung
Sanggabuwana di komplek kraton Surakarta dipercaya merupakan tempat
bercengkerama antara Sunan (raja) dengan Kanjeng Ratu. Konon, Sang Ratu tampil
sebagai perempuan muda dan cantik pada saat bulan muda hingga purnama, terapi
berangsur-angsur menua pada saat bulan menuju bulan mati.
Kanjeng Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul
Dalam keyakinan orang Jawa,
Kanjeng Ratu Kidul memiliki pembantu setia bernama Nyai atau Nyi
Rara Kidul. Nyi Rara Kidul menyukai warna hijau dan dipercaya suka
mengambil orang-orang yang mengenakan pakaian hijau yang berada di pantai
wilayahnya untuk dijadikan pelayan atau pasukannya. Karena itu, pengunjung
pantai wisata di selatan Pulau Jawa, baik di Pelabuhan Ratu, Pangandaran,
Cilacap, pantai-pantai di selatan Yogyakarta, hingga Semenanjung Purwa di ujung
timur, selalu diingatkan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau.
Di kalangan masyarakat Sunda berkembang
anggapan bahwa Ratu Kidul merupakan titisan dari seorang putri Pajajaran
yang bunuh diri di laut selatan karena diusir oleh keluarganya karena ia
menderita penyakit yang membuat anggota keluarga lainnya malu. Dalam
kepercayaan Jawa, tokoh ini dianggap bukanlah Ratu Laut Selatan yang
sesungguhnya, melainkan diidentikkan dengan Nyi
Rara Kidul, pembantu setia Kanjeng Ratu Kidul. Hal ini berdasarkan
kepercayaan bahwa Ratu Kidul berusia jauh lebih tua dan menguasai Laut Selatan
jauh lebih lama sebelum sejarah Kerajaan Pajajaran
Menurut pengalaman seorang spiritualis
pada tahun 1998, ia bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul di pantai Parang Tritis, Yogyakarta.
Saat itu, Eyang Ratu Kidul didampingi oleh Nyi
Roro Kidul. Keduanya persis tetapi Eyang Ratu Kidul kulitnya kuning
langsat, sementara Nyi Roro Kidul agak coklat. Selain itu, Eyang ratu Kidul
mempunyai aura putih jernih dan gemerlapan seperti berlian, bulat mengelilingi
seluruh tubuhnya. Sedangkan aura Nyi Roro Kidul berwarna putih susu seperti
cahaya lampu neon, tipis putih mengikuti postur tubuhnya. Ia diberi penjelasan
bahwa Nyi Roro Kidul adalah patih atau kepala pengawalnya.
Nyi Roro Kidul adalah makhluk halus jenis jin yang mengabdi dan berguru kepada
Eyang ratu. Nyi Roro Kidul ditugaskan untuk mengontrol dan meredam angkara
murka dari makhluk-makhluk gaib jenis jin dan kekuatan gaib serta ilmu gaib
yang berada disepanjang pantai selatan Pulau Jawa.[1]
Ni Mas Ratu Anginangin
Dalam Serat Darmogandul, sebuah
karya sastra Jawa Baru yang menceritakan jatuhnya Majapahit
akibat serbuan Kerajaan Demak, Ni Mas Ratu Anginangin adalah ratu
seluruh makhluk halus di pulau Jawa dan memiliki kerajaan di laut selatan. Hampir
seluruh isi Serat Darmagandul merupakan bentuk turunan dari cerita babad
Kadhiri.
“
|
Samuksane Sang Prabu Jayabaya lan putrane putri kang
aran Ni Mas Ratu Pagêdhongan, Buta Locaya lan kiyai Tunggulwulung uga padha
muksa; Ni Mas Ratu Pagêdhongan dadi ratuning dhêmit nusa Jawa, kuthane ana
sagara kidul sarta jêjuluk Ni Mas Ratu Anginangin. Sakabehe lêlêmbut kang ana
ing lautan dharatan sarta kanan keringe tanah Jawa, kabeh padha sumiwi marang
Ni Mas Ratu Anginangin.
|
”
|
“
|
Saat moksanya Sang Prabu Jayabaya dan putrinya yang
bernama Ni Mas Ratu Pagedhongan, Buta
Locaya dan Kyai Tunggul Wulung juga sama-sama moksa. Ni Mas Ratu
Pagedhongan menjadi ratu makhluk halus pulau Jawa, kotanya berada di laut
selatan serta dijuluki Ni Mas Ratu Anginangin. Seluruh makhluk halus yang ada
di lautan daratan serta kanan-kirinya tanah Jawa, semua sama-sama takluk
kepada Ni Mas Ratu Anginangin.
|
”
|
Ajar Cemara Tunggal
Sebuah cerita rakyat dari Jawa Barat
menceritakan seorang penerawang pria bernama Ajar Cemara Tunggal dari Gunung
Kombang di Kerajaan Pajajaran. Sebenarnya, ia adalah seorang
wanita cantik, bibi buyut dari Raden Jaka Suruh. Ia mengubah dirinya menjadi
dukun dan memberitahu Raden Jaka Suruh untuk menuju timur pulau Jawa
dan mendirikan kerajaan di lokasi sebuah pohon maja yang hanya memiliki buah
satu butir. Karena buah maja rasanya pahit, kerajaan yang didirikannya bernama Majapahit.
Cemara Tunggal berjanji akan menikahi pendiri Majapahit dan setiap penerus dari
garis keturunan yang sulung untuk membantu mereka dalam setiap permasalahan.
Roh Cemara Tunggal dianggap menjadi "ratu-lelembut dari selatan" yang
menguasai seluruh lelembut.[5]
Legenda Kesultanan Mataram
Menurut legenda, pangeran Panembahan
Senopati berkeinginan untuk mendirikan sebuah kerajaan yang baru, yaitu Kesultanan Mataram, untuk melawan kekuasaan Kesultanan
Pajang. Ia melakukan tapa di pantai Parang Kusumo yang terletak di selatan kediamannya
di Kota
Gede. Meditasinya menyebabkan terjadinya fenomena supernatural yang
mengganggu kerajaan di Laut Selatan. Sang Ratu datang ke pantai untuk melihat
siapa yang menyebabkan gangguan di kerajaannya. Saat melihat pangeran yang
tampan, ia jatuh cinta dan meminta Panembahan Senopati untuk menghentikan
tapanya. Sebagai gantinya, sang Ratu penguasa alam spiritual di laut selatan
setuju untuk membantunya dalam mendirikan kerajaan yang baru. Untuk menjadi
pelindung spiritual kerajaan tersebut, sang Ratu dilamar oleh Panembahan
Senopati untuk menjadi pasangan spiritualnya serta semua penggantinya nanti,
yaitu para raja Mataram.
Ritual dan kepercayaan
Tari Bedaya Ketawang
Naskah tertua yang menyebut-nyebut tentang
tokoh mistik ini adalah Babad Tanah Jawi[7].
Panembahan Senopati adalah orang pertama yang
disebut sebagai Raja yang menyunting Sang Ratu Kidul. Dari kepercayaan ini
diciptakan Tari Bedaya Ketawang
dari kraton Kasunanan Surakarta (pada masa Sunan Pakubuwana I), yang digelar
setiap tahun, yang dipercaya sebagai persembahan kepada Kanjeng Ratu Kidul.
Sunan duduk di samping kursi kosong yang disediakan bagi Sang Ratu Kidul.
Pelabuhan Ratu dan kota-kota pesisir
lainnya
Pelabuhan
Ratu adalah sebuah kota nelayan di Jawa Barat.
Masyarakat setempat menyelenggarakan hari suci khusus untuk Kanjeng Ratu Kidul
setiap tanggal 6 April. Hari tersebut merupakan hari peringatan bagi penduduk
lokal dan mereka memberikan banyak persembahan untuk menyenangkan sang Ratu.
Para nelayan lokal juga menyelenggarakan ritual sedekah laut setiap
tahunnya, memberikan persembahan seperti nasi, sayuran, dan berbagai produk
pertanian, hingga ayam, tenunan batik, dan kosmetik. Persembahan tersebut
dilarungkan ke laut sebagai persembahan untuk Ratu. Para nelayan lokal percaya
persembahan mereka akan menyenangkan Ratu
Laut Selatan sehingga ia akan memberkahi mereka dengan hasil tangkapan yang
berlimpah serta memberikan cuaca yang bagus, tidak terlalu banyak badai serta
ombak.[8]
Di sekitar lokasi Pantai Palabuhanratu, tepatnya di Karang Hawu,
terdapat petilasan (persinggahan) Ratu Pantai Selatan yang dapat dikunjungi untuk
melakukan ritual tertentu ataupun hanya sekedar melihat-lihat. Di komplek
keramat ini terdapat sekurangnya dua ruangan besar yang didalamnya terdapat
beberapa makam yang dipercaya penduduk sebagai makam Eyang Sanca Manggala,
Eyang Jalah Mata Makuta, dan Eyang Syeh Husni Ali. Di beberapa ruangan juga
terpampang gambar penguasa Laut Selatan.
Pantai Parangkusumo dan Parangtritis
di Yogyakarta sangat berhubungan dengan legenda Kanjeng Ratu Kidul.
Parangkusumo merupakan tempat Panembahan Senapati bertemu Kanjeng Ratu Kidul.
Saat Sri Sultan Hamengkubuwono IX meninggal tanggal 3 Oktober 1988, majalah
Tempo menulis bahwa para pelayan keraton melihat penampakan Kanjeng Ratu
Kidul untuk menyampaikan penghormatan terakhirnya kepada sri sultan.[9]
Sedekah laut
Masyarakat nelayan pantai selatan Jawa
setiap tahun melakukan sedekah laut sebagai persembahan kepada sang Ratu agar
menjaga keselamatan para nelayan dan membantu perbaikan penghasilan. Upacara
ini dilakukan nelayan di pantai Pelabuhan
Ratu, Ujung Genteng, Pangandaran,
Cilacap, Sakawayana dan sebagainya.
Sebagian besar para wisatawan yang berkunjung baik itu lokal maupun manca
negara datang ke Pelabuhan Ratu karena keindahan panoramanya sekaligus tradisi
ritual ini. Disaat-saat tertentu banyak acara ritual yang sering digelar
penduduk setempat sebagai rasa terima kasih mereka terhadap sang penguasa laut
selatan.
Ruang khusus di hotel
Pemilik hotel yang berada di pantai
selatan Jawa dan Bali menyediakan ruang khusus bagi Sang Ratu. Yang terkenal
adalah Kamar 327 dan 2401 di Hotel Grand Bali Beach.
Kamar 327 adalah satu-satunya kamar yang tidak terbakar pada peristiwa
kebakaran besar Januari 1993. Setelah pemugaran, Kamar 327 dan 2401 selalu
dirawat, diberi hiasan ruangan dengan warna hijau, diberi suguhan (sesaji)
setiap hari, tidak untuk dihuni dan khusus dipersembahkan bagi Ratu Kidul. Hal
yang sama juga dilakukan di Hotel Samudra Beach di
Pelabuhan Ratu. Kamar 308 disiapkan khusus
bagi Ratu Kidul. Di Yogyakarta, Hotel Queen of The South di dekat Parangtritis
mereservasi Kamar 33 bagi Sang Kanjeng Ratu.
Hotel Samudra Beach Hotel, Pelabuhan
Ratu, Jawa Barat, menyediakan kamar 308 yang dicat berwarna hijau untuk
Kanjeng Ratu Kidul.[10]
Setidaknya pada awal tahun 1966[11],
presiden pertama Indonesia, Sukarno, terlibat dalam penentuan lokasi serta ide Hotel
Samudra Beach Hotel. Di depan kamar 308 terdapat pohon Ketapang tempat Sukarno
memperoleh inspirasi spiritualnya.[12]
Di dalam kamar tersebut juga dipasang lukisan terkenal "Nyai Rara
Kidul" oleh Basuki Abdullah.
Kepercayaan Kejawen
Dalam kepercayaan
masyarakat Jawa, sosok Ratu Kidul merupakan sosok agung yang dimuliakan dan
dihormati. Masyarakat Jawa mengenal istilah "telu-teluning atunggal"
("tiga sosok yang menjadi satu kekuatan"), yaitu Eyang Resi Projopati,
Panembahan Senopati, dan Ratu Kidul. Panembahan
Senopati merupakan pendiri kerajaan Mataram Islam yang bertemu dengan
Ratu Kidul ketika bertiwikrama sesuai arahan Sunan
Kalijaga untuk memperoleh wangsit. Saat itu, ia bermaksud membangun sebuah
keraton pada sebuah tempat yang sebelumnya sebuah hutan bernama "alas
mentaok" (kini Kotagede di Daerah Istimewa Yogyakarta). Saat ia
bertapa, semua alam menjadi kacau, ombak besar, hujan badai, gempa, dan gunung
meletus. Ratu Kidul setuju membantu dan melindungi Kerajaan Mataram, bahkan
dipercaya menjadi "istri spiritual" bagi Raja-raja trah Mataram
Islam.
Agama Konghucu
Penghormatan serta pemuliaan kepada
Kanjeng Ratu Kidul juga terdapat pada sebuah kelenteng yang terletak di
bilangan Pekojan, Jakarta Barat, yaitu di Vihara Kalyana Mitta.[13]
Terdapat kepercayaan bahwa mitos mengenal Nyi
Roro Kidul (dalam hal ini, nama Nyai Roro Kidul hanya menjadi panggilan
populer Kanjeng Ratu Kidul) berasal dari kepercayaan Siwa-Buddha
di Indonesia, yaitu kepercayaan kepada Tara (Bodhisatwa).[14]
Sumber Gambar :
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/34/Kanjeng_Ratu_Kidul.jpg/220px-Kanjeng_Ratu_Kidul.jpg
Referensi
1. ^ a
b
Herman Utomo dan Silvie Utomo. Buku ke-5. DIALOG
DENGAN ALAM DEWA. Untuk kalangan sendiri.
2. ^ Karaton
Surakarta, Yayasan Pawiyatan Kabudayaan Karaton Surakarta, Sekilas Sejarah
Keraton Surakarta, R.Ay. Sri Winarti P, 2004
3. ^ Bogaerts,
Els. Scription Van sunans, sultans en sultanes; Ratu Kidul in the Panitik
Sultan Agungan - M.A. Thesis, Rijskuniversiteit Leiden, Holland
4. ^ Sultan
Hamengkubuwono IX memoire "Takhta untuk Rakyat"
8. ^ a
b
Legend of Borobudur, hal. 114: Dr. C.W.
Wormser - Het Hooge Heiligdom - Uitgeverij W. Van Hoeve Deventer, N.V.
Maatschappij Vorkink Bandoeng
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kanjeng Ratu Laut Kidul"
Posting Komentar